![]() |
| Denny siregar,Bu risma Dan Pak Ahok |
RISMA : NALURI SEORANG IBU
Bu Risma kembali "menyerang" Pemprov DKI, khususnya Ahok.
Ia membandingkan Surabaya dan Jakarta dalam hal pengelolaan anggaran yg efisien. Menurutnya, dengan anggaran yg 10 persen dari anggaran DKI, Surabaya sudah bisa menyediakan sekolah dan kesehatan gratis.
Apakah bu Risma lupa bahwa DKI adaah provinsi sedangkan Surabaya adalah kotamadya, yang secara hitungan luas wilayah dan jumlah penduduknya saja jauh beda ?
Rasanya tidak. Bukan tipe bu Risma.
Memang menarik apa yg dilakukan si ibu ini, terutama menjelang pilkada DKI. Ini serangan kedua bu Risma kepada Ahok, sesudah ia melakukan serangan "mengecat" rumah2 kumuh nelayan di sekitar pantai kenjeran sebagai bentuk "ejekan" kepada Ahok yang main gusur.
Untuk mengetahui kenapa bu Risma melakukan itu, kita harus kenali karakter beliau.
Bu Risma adalah seorang birokrat totok, bukan poitikus murni. Ia masuk ke jalur politik karena "dipaksa" mendampingi walikota sebelumnya dr kader PDI-P, Bambang DH. Ia tipe pekerja, bukan tipikal peraih piala citra. Karena itu, ia menerima syarat untuk menjadi kepala daerah, supaya ia bisa bermanfaat lebih uas kepada warga Surabaya.
Rekam jejak bu Risma adalah seorang petarung, jika itu berkaitan dgn warga Surabaya. Ia pernah bertarung dgn seluruh jajaran DPRD hanya karena menolak tol tengah kota yg dianggapnya malah menimbulkan dampak kemacetan parah. Ia bahkan melawan kader PDI-P sendiri, putra almarhum tokoh PDI-P. Surabaya yg juga kesayangan Megawati, yang dipaksakan untuk menjadi wakil-nya. Perlawanan itu ia bawa ke tingkat nasional.
Tetapi anehnya, ketika bu Risma mencalonkan diri lagi, si putra itu tetap jadi wakilnya. Padahal dia dulu musuh besarnya, yang menggerakkan DPRD utk memecat bu Risma sbg walikota karena menolak tol tengah kota.
Ada apa sebenarnya ? Jawabannya, begitulah bu Risma.
Ia harus mengorbankan perasaannya supaya ia tetap bisa mengelola Surabaya, supaya "anak2"nya tetap bersama ibu-nya. Jika bukan dia yg memimpin saat ini, sia2llah program yg sudah dia rancang utk kesejahteraan warga Surabaya. Surabaya di tangan orang lain bisa jadi seperti Jakarta yang salah sejak awal penataannya. Kota yg tidak asri lagi karena penuh dgn gedung2 tinggi, mall2 besar dan sangat kapitalis.
Bu Risma berdamai dgn situasinya. Pilihan yang terburuk diambilnya, untuk mencegah sesuatu yg lebih buruk. Persis seperti apa yg dilakukan seorang ibu terhadap anaknya.
Begitu juga dengan apa yang dilakukannya sekarang.
Bu Risma jelas2 menolak untuk ke Jakarta, bertarung dalam Pilgub DKI spt syahwat PDI-P yg smp sekarang belum menemukan tokoh yg mumpuni utk melawan Ahok. Ia tidak ambisi. Buat bu Risma, ia orang Surabaya dan harus ada Surabaya. Naluri seorang ibu.
Apa yg dilakukan bu Risma dengan - dan akan - terus "menyerang" Ahok dengan kebijakannya, adalah posisi tawar yang win win solution dengan PDI-P.. "Jika itu membuat PDI-P puas, baiklah akan sy lakukan". Mungkin PDI-P beranggapan bahwa serangan bu Risma akan menurunkan popularitas Ahok. Padahal mungkin juga efeknya tidak ada.
Akhirnya diambillah keputusan yang buruk supaya bu Risma tetap berada di Surabaya dan tidak menyinggung bu Mega.
Jadi kita harus pahami dan tidak serta merta menyerangnya jika ia tampak berseberangan dengan Ahok. Seorang petarung akan mengenalli petarung lainnya. Mereka saling menghormati wilayahnya.
Begitu juga seorang peminum kopi akan mengenali peminum kopi lainnya.
Bu Risma, saya titip pesan aja, ada yang ingin sekali ibu keluar Surabaya, sebab dari dulu kebelet jadi Walikota tapi gak bisa2....
Seruputtt...
sumber: dennysiregar.com

Tidak ada komentar:
Write komentar