DUA SUDUT PANDANG
oleh: Denny Siregar
"Sudut pandangmu coba dirubah.."
Temanku berkata dengan santainya sambil menyeruput kopinya. "Apa maksudnya ? " Tanyaku tidak mengerti.
Dia ketawa. "Begini... Selama ini kita terjebak pada satu sudut pandang saja, yaitu sudut pandang duniawi. Apapun yang kita lakukan selalu menggunakan sudut pandang itu. Kenapa begitu ? Karena sudut pandang duniawi adalah sudut pandang yang paling mudah, yang selalu kita lihat, yang selalu kita rasakan.."
Menarik, pikirku. Mempelajari dimensi pemikiran orang lain selalu menjadi hal yang menarik, apalagi ketika dimensi berfikir itu keluar kotak, out of the box, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan. Kopi malam ini semakin hangat, ditemani gemuruh petir dan riuhnya air hujan yang turun saling mengejar seperti pembalap formula one.
"Ketika kita hanya menggunakan sudut pandang duniawi, maka kita banyak sekali tertipu. Ingat, Imam Ali as mengatakan bahwa dunia ini seperti ular berbisa. Ia halus dalam menipu dan memerangkap manusia dalam jeratnya.
Jadinya ketika kita mendapat sebuah jabatan misalnya, kita malah menganggapnya peluang. Kita berbangga diri karena orang membanggakan posisi kita. Padahal, jabatan itu sebenarnya amanat yang pertanggung-jawabannya tinggi sekali kepada Tuhan. Jabatan itu adalah jalan langsung kita menuju surga jika memahaminya, tapi juga jembatan tercepat masuk neraka..."
Dia tersenyum dalam ketenangannya. Memang ketika kita sudah mulai paham terhadap kunci2 hidup, maka jiwa secara otomatis akan stabil. Dan aku melihat itu dalam dirinya.
"Begitu juga ketika kita sakit, ketika dalam keadaan sulit atau dimiskinkan hartanya... Apa pandangan kita selama ini terhadap mereka ? Pasti kasihan dan kita berdoa semoga mereka dimudahkan dalam kesulitannya...
Padahal sesugguhnya mereka itu sedang di-mulyakan. Ingat lagi bahwa dunia ini adalah "mesin cuci" pertama dosa kita sebelum kita "dicuci" selanjutnya di alam akhirat. Dan proses pencucian itu melalui sakit, miskin, sulit dan sebagainya.
Jadi, lebih mulya mana mereka yang sedang dikikis dosanya dan kita yang masih menanggung besarnya dosa ? Ya, lebih mulya mereka-lah. Kita aja yang "merasa" lebih mulya dari mereka karena kita pakai sudut pandang duniawi. Coba kita pake sudut pandang akhirat, pasti beda cara memahaminya.."
Damn, sesuatu mengetuk akal-ku. Benar saja, ada yang tidak terpikir selama ini yang tiba2 disentak keluar oleh temanku.
"Banyak hal-hal yang sebenarnya berada di luar pemikiran kita karena kita selalu pakai sudut pandang dunia. Contoh lagi, bahwa di dunia ini poin2 amal itu bertebaran. Kadang amal itu didatangkan kepada kita dalam bentuk orang yang mengesalkan kita. Karena kita tidak paham bahwa ia adalah perantara yang dikirimkan Tuhan sebagai poin amal yg bisa kita ambil, maka kita kesal kepada dia dan menganggap dia beban.
Menarik, kan ? Sekali2 pakailah sudut pandang akhirat dalam hidupmu. Berlatihlah seperti itu, percayalah, hidupmu akan jauh lebih tenang dan kamu akan menjadi manusia yang selalu bersyukur seburuk apapun situasi yang kamu rasakan...."
Belum pernah aku mendapat pelajaran seperti ini. Kelihatannya mulai sekarang harus kulakukan dan kulatih supaya terbiasa. Kuangkat secangkir kopi untuk temanku dan ia tersenyum mengangkat kopinya.
Hujan sekarang rintik2 seolah ikut mengangkat segelas cangkir kopinya.
"Sesungguhnya dunia ini dan dunia akhirat saling bermusuhan dan arah jalannya berbeda. Barangsiapa menyukai dan mencintai dunia ini ia akan membenci dunia akhirat dan menjadi musuhnya. Ini seperti timur dan barat. Apabila seseorang berjalan mendekati yang satu, maka ia menjauh dari yang lainnya.." Imam Ali as.

Tidak ada komentar:
Write komentar